1. Sejarah Hukum Ke Nol
Abad
ke-5 SM, seorang filsuf Yunani Parmenides menulis sebuah puisi
konvensional yang berjudul “On Nature”, beliau menggunakan penalaran
verbal untuk mengungkapkan bahwa kekosongan, pada dasarnya apa yang
sekarang kita kenal sebagai vakum di alam ini ternyata tidak bisa
terjadi. Pandangan tersebut didukung oleh Aristoteles. Aristoteles (350
SM) merupakan orang yang pertama kali melakukan percobaan tentang panas.
Dia mengatakan bahwa panas merupakan bagian dari materi atau dengan
kata lain materi tersusun dari panas dan pada tahun 1593, penalaran
Aristoteles diteruskan oleh seorang bernama Galileo Galilei. Dia
menganggap bahwa panas adalah sesuatu yang dapat diukur, melalui
penemuannya berupa termometer air.
Beberapa
tahun kemudian setelah Galileo Galilei meneruskan penalaran
Aristoteles, tepatnya pada tahun 1799 dua Ilmuwan bernama Sir Humphrey
Davy dan Count Rumford menegaskan bahwa panas adalah sesuatu yang
mengalir. Pernyataan tersebut mendukung prinsip kerja termometer yang
ditemukan oleh Galileo Galilei namun membantah pernyataan Aristoteles
yang menyatakan bahwa panas merupakan bagian dari materi atau dengan
kata lain materi tersusun dari panas. Saat itu seharusnya dirumuskan
hukum ke-nol termodinamika, akan tetapi karena pada saat itu
termodinamika belum berkembang sebagai ilmu maka para tidak terpikirkan
oleh para ilmuwan untuk merumuskan hukum ke-nol dengan pernyataannya:
“dua sistem dalam keadaan yang setimbang dengan sistem ketiga, maka ketiganya dalam saling setimbang satu dengan lainnya”.
Beberapa
tahun sebelum Sir Humphrey Davy dan Count Rumford menegaskan bahwa
panas adalah sesuatu yang mengalir, tepatnya pada tahun 1778 seorang
ilmuwan bernama Thomas Alfa Edison memeperkenalkan sebuah mesin uap
pertama yang mengkonvensi panas menjadi kerja mekanik. Kemudian pada
tahun 1824, ilmuwan bernama Sadi Carnot berupaya untuk menemukan
hubungan antara panas yang digunakan dan kerja mekanik yang
dihasilkannya.
Hasil
pemikiran Carnot merupakan titik awal perkembangan ilmu termodinamika
klasik. Carnot dianggap sebagai Bapak Termodinamika, dia mempublikasikan
refleksi pada kekuatan motif api, wacana pada efisiensi panas,
kekuatan, energi dan mesin. Makalah tersebut menguraikan hubungan
energik dasar antara mesin Carnot, siklus Carnot, dan kekuatan motif.
Hal ini menjadi tanda bahwa termodinamika sebagai ilmu pengetahuan
modern telah dimulai.
Tahun
1845, 67 tahun setelah Thomas Alfa Edison memperkenalkan mesin uapnya,
James P.Joule menyimpulkan bahwa panas dan kerja merupakan dua bentuk
energi yang satusama lainnya dapat dikonversi. Kesimpulan Joule didukung
oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya seperti rudolf Clausius, Lord Kelvin
(William Thompson), Helmhozt, dan Robert Mayer, kemudian selanjutnya
para ilmuwan ini merumuskan hukum pertama termodinamika pada tahun
1850. Setahun sebelumnya, ternyata Lord Kelvin telah memperkenalkan
istilah termodinamika melalui makalahnya yang berjudul: An Account of Carnot’s Theory of the Motive Power of Heat.
Sedangkan buku tentang termodinamika pertama ditulis oleh William
Rankine pada tahun 1859. Pernyataan hukum pertama termodinamika yang
dirumuskan oleh para ilmuwan tadi adalah:
“perubahan
energi dalam dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan total
dari jumlah energi panas yang disuplai ke dalam sistem dan kerja yang
dilakukan terhadap system”.
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat diungkapkan dengan persamaan:
∆U = Q + W
Setelah
Lord Kelvin dan Planck mempelajari mesin carnot, kemudian menyimpulkan
bahwa pada suatu mesin siklik tidaklah mungkin kalor yang diterima mesin
itu akan diubah semuanya menjadi kerja, tetapi akan selalu ada kalor
yang dibuang oleh mesin. Hal ini terjadi akibat sifat sebuah sistem yang
selalu menuju ketidakteraturan, entropi (S) meningkat. Pada saat itu
tepatnya pada tahun 1860 hukum kedua termodinamika diperkenalkan.
Menurut Clausius, dia menyatakan bahwa besarnya perubahan entropi yang
dialami oleh suatu sistem ketika sistem tersebut mendapatkan tambahan
kalor (Q) pada temperatur atau suhu konstan dapat dinyatakan melalui
pernyataan yang dikenal sebagai hukum kedua termodinamika yang berbunyi:
“total
entropi dari suatu sistem termodinamika terisolasi cenderung untuk
meningkat seiring dengan meningkatnya waktu, mendekati nilai
maksimumnya”.
Artinya,
kalor dapat mengalir secara alami dari benda yang panas ke benda yang
dingin, sebaliknya kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda
dingin ke benda panas.
Tahun
1873-1876, seorang ilmuwan matematika yang merupakan fisikawan Amerika
bernama Josiah Williard Gibbs menerbitkan tiga makalah, dimana salah
satu makalahnya yang paling terkenal adalah pada kesetimbangan substansi
heterogen. Pada makalah itu ia menunjukan bagaimana proses
termodinamika, termasuk didalamnya adalah reaksi kimia yang dapat
dianalisis melalui grafis dengan mempelajari energi, entropi, volume,
suhu dan tekanan dari sistem termodinamika sedemikian rupa.
Beberapa
tahun kemudian, pada tahun 1885 Boltzman menyatakan bahwa energi dalam
dan entropi merupakan besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis
sistem. Pernyataan tersebut menjadi awal perkembangan termodinamika
statistik yang merupakan pendekatan secara mikroskopis tentang sifat
termodinamis suatu zat berdasarkan perilaku kumpulan partikel-partikel
sebagai penyusunnya.
Pada tahun 1906, Giauque dan W. Nernst merumuskan hukum ketiga termodinamika. Pernyataan hukum ketiga tersebut adalah:
“pada
saat suatu sistem mencapai temperatur nol absolut, maka semua proses
yang terjadi dalam sistem tersebut akan berhenti dan entropi sistem akan
mendekati nilai minimum”.
Awal
abad ke-20, munculah termodinamika statistik yang juga disebut sebagai
mekanika statistik. Kemunculan tersebut ditandai dengan perkembangan
teori atom dan molekuk pada paruh kedua abad ke-19 yang kemudian
melengkapi termodinamika dengan menginterpretasikan interaksi
mikroskopis antara partikel individu atau kuantum mekanis. Bidang ini
menghubungkan sifat mikroskopis atom dan molekul individu dengan sifat
makroskopisnya adalah sebagian besar bahan-bahan yang dapat diamati pada
skla manusia, sehingga menjelaskan bahwa termodinamika merupakan akibat
alami dari statistik, mekanika klasik, dan teori kuantum pada tingkat
mikroskopis.
2. Bunyi Hukum Ke Nol Termodinamika
Hukum ke 0 termodinamika berbunyi : ”
Jika 2 buah benda berada dalam kondisi kesetimbangan termal dengan
benda yang ke 3, maka ketiga benda tersebut berada dalam kesetimbangan
termal satu dengan lainnya” .
Untuk lebih memahami tentang isi hukum ke 0 termodinamika, maka bunyi
hukum ini dapat ditulis ulang dengan kata-kata yang lebih sederhana
yaitu Jika benda A mempunyai temperatur yang sama dengan benda B dan
benda B mempunyai temperatur yang sama dengan benda C maka temperatur
benda A akan sama dengan temperatur benda C atau disebut ketiga benda
(benda A, B dan C) berada dalam kondisi kesetimbangan termal.
kesetimbangan termal |